Powered By Blogger

Rabu, 06 April 2011

AKU INGIN SHALAT SHUBUH

AKU INGIN SHALAT SHUBUH

Suatu hari Abu Bakar As-Shidiq pergi menuju masjid. Ketika melewati rumah putranya Abdullah, ia mendengar suara candaan mesra Abdullah dengan istrinya Atikah. Atikah seorang wanita yang cantik sholihah, baru saja menikah dengan Abdullah. Abu Bakar berlalu saja menuju masjid, dengan harapan sang anak

akan segera menyusul bersama orang-orang beriman lainnya untuk melaksanakan sholat fardhu berjama’ah.

Usai shalat sebagai imam, orang yang pertama kali dicari Abu Bakar adalah Abdullah. Namun Abdullah tidak ada diantara para jamaah. Saat pulang Abu Bakar kembali melintas rumah Abdullah dan mendengat suara canda mesra dari dalam rumah.Abu Bakar beristighfar berkali-kali. Perlahan ia ketuk pintu rumah.

Melihat ayahnya Abdullah terpengarah. Begitu pula Atikah. Kepada Abdullah, Abu Bakar berkata : “Wahai anakku, kamu dapatkan kebahagiaan duniawi bersama istrimu, tapi engkau lalaikan perintah Allah, engkau lalaikan sholat berjama’ah. Dan kau Atikah, engkau tidak bisa membahagiakan anakku. Kecantikamu, keikhlasanmu untuk berbakti kepada suami, telah menyebabkan suamimu lalai dalam mengerjakan shalat berjamaah”

Lalu Abu Bakar menoleh pada Abdullah. “Maka hari ini ceraikanlah istrimu! pisahkan dia dari tempat tinggalmu. Talak dia! Dan anggap dia seperti wanita yang lain juga”

Raut pengantin baru itu pucat pasi. Abdullah pun akhirnya menceraikan Atikah.

Seiring waktu berjalan. Abu Bakar melihat perubahan pada anaknya. Ia menyaksikan penderitaan seorang suami yang terpaksa menceraikan istri yang sangat dicintainya. Sampai suatu hari, Abu Bakar mengizinkan Abdullah untuk rujuk kepada Atikah. Melainkan dengan syarat, jadikan ini pelajaran. “Jadikan ini sebagai pelajaran kecintaan kepada jihad fi sabilillah diatas kecintaanmu kepada siapa saja, termasuk

kepada istrimu Atikah” kata Abu Bakar.

Dari cuplikan cerita diatas dapat dipetik pelajaran betapa para sahabat menjadikan shalat berjamaah sebagai prioritas utama di atas apapun. Yang terpenting dari kisah tersebut Dan yang tak terlupakan dari siratan cerita tersebut adalah peran Abu Bakar. Peran seorang ayah dalam mendidik anaknya untuk sholat. Begitu perhatiannya hingga ia tidak lepas tanggung jawab meskipun sang anak sudah beranjak dewasa.

Rasullullah SAW bersabda,

"مُرُوا أوْلادَكُمْ بالصَّلاةِ وَ هُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَ هُمْ أبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ". (رواه أحمد و أبو داود و الحاكم)

“Perintahlah anak-anak kalian supaya melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) ketika mereka berusia sepuluh tahun.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim)

Hadits di atas menunjukkan bahwa mendidik sholat bukanlah hal yang mudah. Bahkan harus dimulai sejak usia dini, bukan baligh.

Dalam ilmu pendidikan anak, seorang anak usia 0-5 tahun merupakan ‘peniru’ yang baik. Hendaknya orang tua peka dan menjadikan ini kesempatan untuk memberikan tauladan yang bisa ditiru oleh anak-anak

mereka. Termasuk perihal sholat.

Dalam hadits dari Abu Qatadah disebutkan,

خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صلىّ الله عليه وسلّم، وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِيْ العَاصِ عَلَى عَاتِقِهِ، فَصَلَّى، فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا، وَإِذَا رَفَعَ رَفَعَهاَ. ﴿صحيح البخاري، رقم ٥٦٤۹﴾

“Rasulullah SAW datang menghampiri kami sambil menggendong Umamah binti Abi al ‘Ash di atas pundaknya. Kemudian beliau shalat. Jika ia ruku, diletakkanya Umamah. Dan bila ia berdiri digendongnya.” (Shahih Al Bukhari: 5649)

Sungguh sebuah tauladan yang sempurna, bagaimana menanamkan positive feeling tentang sholat pada anak di usia dini.

Kondisi tersebut akan mempermudah orangtua mengajarkan anakanya shalat saat menginjak usia 7 tahun, sebab sang anak sudah mendapatkan tauladan yang biasa ia lihat sehari-hari. Namun yang memprihatinkan, masih banyak orang tua yang tidak mengerti hal tersebut. Anak hanya diperlihatkan kesibukan orang tuanya; berangkat kerja sebelum subuh, dan pulang setelah isya. Lalu, kapan anak melihat orang tuanya sholat?

Ini memang tugas berat orang tua, namun semuanya akan lebih mudah jika orang tua sadar bahwa anak adalah amanah dari Allah Swt. Sudah menjadi kewajiban orang tualah mendidika anak mencintai Allah. Seperti Al-Qur’an menyiratkan sebuah pesan kepada orang tua lewat nasihat Luqman yang diberikan kepada anaknya. ”Ya Bunayya laa tusyrik billah. Inna syirka ladzulmun ’adzhim.” "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."

Mengapa dalam sholat subuh tidak kita gunakan untuk melakukan attraction terhadap happiness, success, money, healthy etc. kita bisa gunakan sholat subuh kita sebagai pembuka dari segala apa yang kita inginkan pada hari ini dan seterusnya.

Sisi lain penting amalan shalih orang tua bagi anak-anak yang senantiasa melihat orang tua melaksanakan ketaatan dan kebaikan akan mendapati

teladan yang baik. Anak akan mencontoh perbuatan baik yang dilakukan orang tua hingga dia pun akan terbiasa melakukannya. Sebalik anak yang biasa menyaksikan perbuatan-perbuatan mungkar yang dilakukan orang tua akan terbiasa dengan hal itu dan dia pun akan mencontoh perbuatan mungkar itu pula.

Selain itu pula amalan shalih orang tua akan membuahkan pujian orang terhadap si anak. Apabila orang memuji dan menyebut-nyebut kebaikan yang dilakukan orang tua di hadapan si anak anak pun akan besar jiwa dan termotivasi untuk turut melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Sementara amalan buruk akan menggiring celaan dan hinaan orang terhadapnya. Apabila seorang anak mendengar orang-orang menjuluki dengan julukan jelek maupun mencela karena perbuatan ayah hal ini pun nanti akan mempengaruhi dan merusak jiwa anak. Tak hanya di dunia buah kebaikan itu dapat diraih bahkan di akhirat pun anak akan menuai kebaikan karena keshalihan orang tuanya.

Suatu kebaikan harus dimulai dengan pembiasaan. Anak harus dibiasakan bangun pagi agar mereka gemar melaksanakan shalat Subuh. Anak harus dibiasakan ke masjid agar mereka gemar melakukan berbagai ritual ibadah di masjid. Pembiasaan itu harus dimulai sejak dini, bahkan pembiasaan membaca Al-Quran pun bisa dimulai sejak dalam kandungan. Pembiasaan shalat pada anak harus sudah dimulai sejak anak berumur tujuh tahun.

Fitrah anak sebagai hamba Allah yang diciptakan hanya untuk beribadah seolah diri mereka berkata, “Ibu... Ayah... aku ingin shalat shubuh bersama kalian.” Sayangi mereka dengan membangunkannya di waktu shubuh. Wallahu A’lam bish-shawab.

Ibnu Muharram al ‘Âmilu Muzârii, berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar