Powered By Blogger

Sabtu, 12 Juli 2014


Kisah Nyata: SANG MU’ADZIN MENINGGAL KETIKA SUJUD SHALAT ‘ASHAR



Sabtu tanggal 14 Ramadhan 1435 Hijriah bertepatan dengan 12 Juli 2014 Masehi sekitar pukul 16:00 WIB, warga kampung Loscimaung Desa Margamukti Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung berduka. Rasa kehilangan sangat dirasakan oleh Jama’ah Masjid Persatuan Islam Urwatul Wutsqa Loscimaung karena mereka ditinggalkan oleh satu dari beberapa mu’adzin yang senantiasa mengingatkan mereka untuk berhenti sejenak demi melaksanakan ibadah shalat.
          Bapak Aang [65 tahun], itulah nama yang menjadi panggilan beliau sehari-hari. Awal hijrahnya ke masjid Urwatul Wutsqa yang berbasis qur’an sunnah bermula dari kesakit hatian beliau oleh perkataan salahseorang ustadz pemimpin rajaban, tahlilan, muludan, shalawatan.
          Setelah Pa Aang merasa nyaman berjama’ah di masjid Urwatul Wutsqa, beliau lantas menempatkan diri sebagai bagian tidak terpisahkan dari masjid baik secara fisik maupun psikis.
          Ketika genting masjid bocor, temboknya perlu di-cat ulang, ruangannya ingin diperluas, termasuk renovasi ruang madrasah dan RA di samping bangunan masjid, juga rumah yang penulis diami, semuanya tidak lepas dari hasil buah tangan kepiawaian Pa Aang sebagai ahli bangunan.
Ya, Pa Aang adalah seorang tukang bangunan. Tukang bangunan yang sangat ramah, sabar, dan senantiasa berupaya menghindari fitnah.
Dua hari sebelum kematian Pa Aang, beliau sempat menemui penulis meminta agar namanya pada jadwal imam shalat isya pada rangkaian jadwal tarawih dimohon untuk dihapus dengan alasan dirinya sudah tidak kuat lagi untuk menjadi imam shalat. Selain itu, beliau pun sempat mennyampaikan kesakit hatiannya oleh seorang mandor tukang kayu yang selalu membentaknya ketika sedang bekerja, padahal usia dan pengalaman kerja mandor itu jauh di bawah Pa Aang, tetapi demi menjaga agar tidak terpancing amarah maka Pa Aang memutuskan untuk mengundurkan diri dari peekerjaan rumah bersama mandor tersebut. Subhanallah, sungguh Pa Aang adalah orang yang lebih mengutamakan keutuhan silaturahim daripada materi semata.
Di mata jama’ah shalat maghrib, Pa Aang adalah sosok orangtua yang senantiasa mampu menghadirkan keceriaan, candanya yang khas ialah kata-katanya yang lucu namun tetap santun yang menjadikan orang tertawa setelah perkataannya itu dipikirkan. Kini, maghrib ke maghrib di masjid Urwatul Wutsqa kehilangan sesosok ‘sepuh’ yang selalu ingin berada di shaf terdepan.
Pekerjaannya sebagai tukang bangunan digunakannya sebagai ladang pahala. Ilmu yang beliau dapatkan dari beberapa pengajian di masjid Urwatul Wutsqa berusaha beliau amalkan. Diantara ikhtiarnya beramal shalih ialah Pa Aang senantiasa memberikan harga khusus untuk renovasi masjid. Jika beliau bekerja untuk pembangunan rumah pribadi, Pa Aang mematok upah Rp. 75.000/ hari, tetapi jika masjid yang mesti dibangun ataupun direnovasi maka Pa Aang yang ditemani putranya bernama Bapak Asep senantiasa mematok upah yang lebih murah sekitar Rp. 50.000/ hari. Beliau pernah berkata pada penulis, “Jang, Bapak teu tiasa infaq artos, mangka Bapak bade infaq tanagi we.” Subhanallah...
Pa Aang memiliki seorang istri yang sedang sakit, istri beliau memang telah berusia lanjut dan sakitnya telah sangat lama. Pa Aang tidak pernah putus asa untuk terus mengobati istrinya, beliau kerja keras banting tulang diantaranya untuk biaya pengobatan istrinya. Pa Aang ingin melihat istrinya sehat kembali walau tubuhnya yang telah usang harus berpanas-panasan menyusun tembok demi tembok di rumah-rumah yang beliau bangun. Namun Allah berkehendak lain, beliau dijemput lebih dahulu dibandingkan istrinya, peristiwa ini menjadi pelajaran teramat mahal bagi kita bahwa seorang yang mengurus istri, suami, orangtua, anak, atau siapa pun yang ia sayangi yang sedang sakit maka mestilah ia tetap bersabar dan ikhlas dalam pengurusannya itu, karena ia tidak akan tahu apakah yang sakit yang akan meninggal lebih dahulu ataukah malah orang yang mengurus yang sakit yang lebih dahulu kembali. Astaghfirullah, mari lebih menyayangi.
Pa Aang! Selamat jalan. Kami akan merindukan Jum’at pagi saat-saat dimana Pa Aang sedang menyapu lantai, merapikan karpet, dan mengepel lantai masjid sebagai persiapan ibadah Jum’at. Kebersihan ibadah Jum’at kemarin adalah hasil buah tanganmu Pa. Semoga Allah menerima segala amal ibadahmu. Terima kasih atas segala teladan nyata yang telah engkau berikan pada kami, engkau memang tidak pandai merangkai kata-kata namun gerak kehidupanmu menjadi pelajaran bagi kami.
Kami ingin meninggal sepertimu Pa. Pulang ke haribaan Allah dalam keadaan sujud. Subhanallah.
Salam rindu kami pada Pa Aang, jama’ah Masjid Persatuan Islam Urwatul Wutsqa Loscimaung.

 Wassalam,
Hanafi Anshory.